HMI Wati harus Mampu Beradaptasi Apalagi di Masa Pandemi
Sejak hadirnya pandemi covid-19 di Indonesia tepatnya pada
Maret 2020 lalu, seluruh aktivitas masyarakat seperti dilumpuhkan. Tatanan
kehidupan berubah. Kebiasaan masyarakat Indonesia yang guyub, suka berkumpul,
dan suka bersalaman kini harus dihindari.
Banyak korban berjatuhan akibat virus kecil tak kasat mata
namun mematikan ini. Masyarakat bahkan pemerintah seolah tak siap akan hal
tersebut. Segala aktivitas, belajar, bekerja, bahkan beribadah diatur oleh
pemerintah, untuk dilaksanakan di rumah. Untuk menekan laju penyebaran virus
ini pemerintah juga menerapkan standar protokol kesehatan. Masyarakat dilarang berkumpul dan harus
menjaga jarak serta memakai masker jika harus terpaksa keluar rumah. Aktivitas
di luar yang biasa dilakukan masyarakat
harus dibatasi, beralih sistem interaksinya dalam jaringan bahkan ada yang
berhenti. Tak terkecuali aktivitas KOHATI.
Harus diakui, aktivitas KOHATI sejak hadirnya pandemi ini
terganggu keberlangsungannya, mulai dari kajian-kajian yang biasa dilaksanakan
sampai adegan turun ke jalan. Tapi bukankah KOHATI mampu beradaptasi?
Eh jangan salah paham, KOHATI tidak akan mampu beradaptasi
kalau HMI Wati sendiri tidak mampu melakukan itu. "Jayalah Kohati"
mungkin memang hanya akan sebatas tagline kalau HMI Wati tidak melek terhadap
perubahan. Di masa pandemi dengan segala ketidakjelasan berakhirnya ini,
berhenti melakukan aktivitas sama dengan memilih menyerah dan bunuh diri. HMI
Wati tidak boleh diam sambil hanya menggantungkan harapan agar dunia bisa pulih
kembali. Karena KOHATI sebagai rahim peradaban, pembina dan pendidik generasi
muda untuk menegakkan nilai Keislaman dan Keindonesiaan, maka HMI Wati tidak
boleh berhenti. HMI Wati harus terus memberdayakan diri, menguasai ilmu agama,
IPTEK serta meningkatkan keterampilan.
Suatu hal yang tetap patut disyukuri, sebelum maupun hingga
saat ini pandemi terjadi, perkembangan teknologi begitu pesat. Sehingga banyak
aktivitas yang memerlukan interaksi sosial sebagaimana ketika pra-pandemi,
dapat dilangsungkan dengan sistem dalam
jaringan (daring) atau virtual sebagai penanda kecanggihan teknologi dan
sekaligus menegaskan peran pentingnya pada kondisi saat ini. Maka dengan
fasilitas yang ada, HMI Wati harusnya menjadi panutan para perempuan lain dalam
memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan kualitasnya.
Sayangnya, tidak seluruhnya demikian. Belum selesai memaknai
fitrahnya sebagai HMI Wati kini harus beradaptasi dengan kondisi pandemi. (Kasian)
Dizaman teknologi ini baiknya HMI Wati pandai memanfaatkan media dan aplikasi untuk meningkatkan kualitas, menambah wawasan dan memberdayakan diri. Banyak media yang dapat dijangkau untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Baik media massa maupun media sosial banyak menyajikan hal-hal demikian. Tentu bergantung pula pada HMI Wati sendiri, bagaimana pemanfaatannya.
Jika penggunaan media sosial hanya untuk menyaksikan
tayangan/postingan alay pasangan nikah muda atau pasangan ambyar ditinggal
nikah, hingga HMI Wati merasa baper, uwu, pengen nikah, mati dan sebagainya,
maka pupuslah sudah harapan KOHATI.
Aplikasi juga demikian. Kajian atau pertemuan yang biasanya dilaksanakan sebelum pandemi bisa dilangsungkan secara virtual menggunakan beberapa aplikasi, diantaranya Tik tok.
Lah, kok..? Bukan.
Google meet, zoom dan sebagainya bisa menunjang
keberlangsungan aktivitas para HMI Wati.
Yakusa yunda. Mantap tulisannya, rasanya seperti menjadi ironman
BalasHapus