Minggu, 07 Maret 2021

 

Gibah

"Zhuu, sini. Sebelah sini!" dari kejauhan di bawah tenda yang dihiasi bunga serba putih dipadu padankan dengan latar biru, ibu-ibu melambaikan tangan ke arah Zhubaedah.

Zhubaedah yang tampil cantik memakai brokat berwarna pink dan jilbab senada, menarik perhatian hampir semua tamu undangan yang lebih dulu hadir. Zhubaedah langsung berjalan ke arah ibu-ibu yang memanggilnya.

"Wah, Zhubaedah cantik yah." Bisik bu Tari

Iyaaaa masyaAllah.” mata Bu Nina masih tertuju ke arah perempuan yang akrab disapa Zhuu itu.

“Iya cantik, tapi zaman sekarang anak gadis cantik-cantik, sukanya sama laki yang sudah beristri. Banyak loh yang kek gitu.” Bu Tejo membuka pembahasan

Zhubaedah itu harus diingatkan. Jangan sampai termakan dengan rayuan gombal lelaki keparat yang sudah beristri, sampai rela jadi simpanan. Lanjut Bu Tejo

Eh cantik yah kamu Zhuu. Bu Nina menyapa

Zhubaedah senyum lalu duduk di kursi yang masih kosong diantara ibu-ibu itu.

Cantik-cantik otaknya juga harus ngikut. Jangan dirayu dikit udah luluh. Apalagi sama laki-laki yang sudah beristri. Malu!” Sinis Bu Tejo

Zhuu hanya senyum mendengar ocehan Bu Tejo

Kamu tahu kan soal Bang Gelai itu. Semua warga itu sudah tahu. Dia punya simpanan, masih bocil SMA. Kan ngeri. Pelakor katanya”. Bu Tejo masih melanjutkan.

Zhubaedah masih diam menyimak pembicaraan ibu-ibu gang Sarimin itu.

Penasaran, apa sih yang buat bocil seumuran gitu mau sama laki yang sudah beristri?” Bu Tari bingung

“Iya kenapa sih anak-anak gadis sekarang? Ibu tahu si Maya? Itu loh yang depan komplek, pulangnya sering larut malam dan dianter sama laki-laki yang kayaknya seumuran bapaknya. Ih amit-amit ya bu.” sambung Bu Tejo

“Dunia ini memang sudah semakin tua. Manusia-manusianya banyak buat dosa.” Ketus Bu Nina

“Banyak rumah tangga yang hancur. Ih hati-hati, bahaya, dijagain suaminya Bu.” Bu Tejo mewanti-wanti.

Zhubaedah yang mendengar hanya senyum dan geleng-geleng kepala

“Eh Bu bu, sini deh agak rapat.” Zhubaedah merapat, sedikit menundukkan kepala mencoba menarik perhatian ibu-ibu komplek itu dengan menyaingi suara musik yang tak berhenti.

Pelakor memang bahaya bu, satu atau dua rumah tangga bisa rusak karena pelakor. Tapi, ada yang lebih bahaya, yang merusak banyak rumah tangga, sekalipun sekuat tenaga jagain suaminya bu.”

“Apa Zhuu?” Serentak ibu-ibu itu bertanya

“Pak Bambang.” Singkat  Zhubaedah.

“Hah, maksudmu? Pak Bambang, pak Lurah kita kan?” Tanya Bu Nina

“Pak lurah suka sesama jenis?” Bu Tejo coba menebak

“Tapi dia punya istri.” Bu Tari melanjutkan

Mendengar pertanyaan ibu-ibu yang bersahutan itu, Zhuu hanya bisa menahan tawa.

“Gak, bukan gitu bu.”

“Coba deh ibu-ibu perhatiin sikap pak Lurah, Pak Bambang. Kalau diajak ngobrol apa aja pasti nyambung, asal jangan ngomong soal ketidakadilan, kemiskinan, pengangguran, banjir, coped19, korupsi dan sebagainya.”

Semua ibu itu menatap Zhubaedah dengan dahi mengkerut.

“Laki ibu kalau ngomong sepak bola, wah diladeninya seharian dengan senang.” Zhubaedah mengarah ke Bu Tari yang kursinya tepat di depannya.

“Anak Ibu, kalau ngomong soal game online, wah Pak Bambang juga ngerti.” Zhubaedah mengarah ke Bu Nina yang bersebelahan dengan Bu Tari

“Ibu  kalau ngomong soal pelakor, pasti belio senangnya juga bukan main.” Zhubaedah mengarah ke Bu Tejo yang tepat di sebelah kirinya. “Karena  ibu pasti takut suami ibu macem-macem, sampai ibu hanya fokus jagain suami, sibuk menghujat dan menghakimi anak gadis di komplek, jadi lupa sama kesalahannya. Belio itu memanfaatkan keadaan kek gitu. Mengalihkan perhatian bu-ibu supaya tidak melihat kelalaiannya.”

“Bu, rumor Bang Gelai dan si Maya mungkin merusak satu dua rumah tangga, tapi kelalaian Pak Bambang merusak seluruh rumah tangga dimanapun. Coba lihat, gak sedikit rumah tangga yang berakhir dengan perceraian karena alasan lakinya gak bisa menuhin kebutuhan keluarga, ujungnya kan kemiskinan, kurangnya pekerjaan, pengangguran, dan semua itu karena pak Bambang yang gak nyelesaiin.” Zhubaedah masih melanjutkan.

“Oh iya yah.” Bu Tari setengah mikir

“Iya dong bu. Pamanku pernah ngomong, untuk mengalihkan perhatian, gak cukup hanya dengan bualan, perlu ada sedikit ketakutan-ketakutan kecil. Belio gak perlu ngadain ketakutan-ketakutan itu. Semua sudah ada sama ibu-ibu. Itu yang lebih bahaya bu.” Zhubaedah memberi simpulan

“Sialan pak lurah.” Bu Tejo naik pitam.

Sejenak ibu-ibu itu diam.

“Lah kok pada berdiri?” Bu Nina menoleh, memerhatikan tamu undangan lainnya.

“Keasikan cerita, sudah pada makan.” Seru Bu Tari

“Ayoo, nanti lanjut lagi gibahnya.” Zhubaedah merasa puas telah memberi ceramah ke ibu-ibu itu. Sambil tertawa kecil Zhubaedah bergegas mengambil makanan yang disediakan.

 

1 komentar: