Gibah
"Zhuu, sini. Sebelah sini!" dari kejauhan di
bawah tenda yang dihiasi bunga serba
putih dipadu padankan dengan latar biru, ibu-ibu melambaikan tangan ke arah
Zhubaedah.
Zhubaedah yang tampil
cantik memakai brokat berwarna pink dan jilbab senada, menarik
perhatian hampir semua tamu undangan yang lebih dulu hadir. Zhubaedah langsung
berjalan ke arah ibu-ibu yang memanggilnya.
"Wah, Zhubaedah cantik yah." Bisik bu
Tari
“Iyaaaa
masyaAllah.” mata Bu Nina masih tertuju ke arah perempuan yang akrab disapa Zhuu
itu.
“Iya
cantik, tapi zaman sekarang anak
gadis cantik-cantik,
sukanya sama laki yang sudah beristri. Banyak
loh yang kek gitu.” Bu
Tejo membuka pembahasan
“Zhubaedah itu harus
diingatkan. Jangan sampai termakan dengan rayuan gombal lelaki keparat yang
sudah beristri, sampai
rela jadi simpanan”. Lanjut Bu
Tejo
“Eh cantik yah kamu Zhuu”. Bu Nina
menyapa
Zhubaedah
senyum lalu duduk di kursi yang masih kosong diantara ibu-ibu itu.
“Cantik-cantik otaknya
juga harus ngikut. Jangan dirayu dikit udah luluh. Apalagi sama laki-laki yang
sudah beristri. Malu!” Sinis Bu Tejo
Zhuu
hanya senyum mendengar ocehan Bu Tejo
“Kamu tahu kan soal Bang
Gelai itu. Semua
warga itu sudah tahu. Dia punya simpanan,
masih bocil SMA. Kan ngeri. Pelakor katanya”. Bu Tejo
masih melanjutkan.
Zhubaedah
masih diam menyimak pembicaraan ibu-ibu gang Sarimin itu.
“Penasaran, apa sih yang buat bocil
seumuran gitu mau sama laki yang sudah beristri?” Bu Tari bingung
“Iya
kenapa sih anak-anak gadis sekarang? Ibu tahu si Maya? Itu loh yang depan komplek, pulangnya
sering larut malam dan dianter sama laki-laki yang kayaknya seumuran bapaknya.
Ih amit-amit ya bu.” sambung Bu Tejo
“Dunia ini
memang sudah
semakin tua. Manusia-manusianya banyak buat dosa.” Ketus
Bu Nina
“Banyak
rumah tangga yang hancur. Ih hati-hati, bahaya, dijagain suaminya Bu.” Bu Tejo
mewanti-wanti.
Zhubaedah
yang mendengar hanya senyum dan geleng-geleng kepala
“Eh Bu
bu, sini deh agak rapat.” Zhubaedah merapat, sedikit menundukkan kepala mencoba
menarik perhatian ibu-ibu komplek itu dengan menyaingi suara musik yang tak
berhenti.
“Pelakor
memang bahaya bu, satu atau dua rumah tangga bisa rusak karena pelakor. Tapi,
ada yang lebih bahaya, yang merusak banyak rumah tangga, sekalipun sekuat
tenaga jagain suaminya bu.”
“Apa
Zhuu?” Serentak ibu-ibu itu bertanya
“Pak Bambang.”
Singkat Zhubaedah.
“Hah,
maksudmu? Pak Bambang, pak Lurah kita kan?” Tanya Bu Nina
“Pak
lurah suka sesama jenis?” Bu Tejo coba menebak
“Tapi dia
punya istri.” Bu Tari melanjutkan
Mendengar
pertanyaan ibu-ibu yang bersahutan itu, Zhuu hanya bisa menahan tawa.
“Gak,
bukan gitu bu.”
“Coba deh
ibu-ibu perhatiin sikap pak Lurah, Pak Bambang. Kalau diajak ngobrol apa aja pasti nyambung, asal jangan ngomong
soal ketidakadilan,
kemiskinan, pengangguran, banjir, coped19,
korupsi dan sebagainya.”
Semua ibu
itu menatap Zhubaedah dengan dahi mengkerut.
“Laki ibu
kalau ngomong sepak bola, wah diladeninya seharian dengan senang.” Zhubaedah
mengarah ke Bu Tari yang kursinya tepat di depannya.
“Anak
Ibu, kalau ngomong soal game online, wah Pak Bambang juga ngerti.” Zhubaedah
mengarah ke Bu Nina yang bersebelahan dengan Bu Tari
“Ibu kalau ngomong soal pelakor, pasti belio senangnya juga bukan main.”
Zhubaedah mengarah ke Bu Tejo yang tepat di sebelah kirinya. “Karena ibu pasti takut suami ibu macem-macem, sampai
ibu hanya fokus jagain suami, sibuk menghujat dan menghakimi anak gadis di
komplek, jadi lupa sama kesalahannya. Belio
itu memanfaatkan keadaan kek gitu. Mengalihkan
perhatian bu-ibu supaya tidak melihat kelalaiannya.”
“Bu, rumor Bang Gelai dan si
Maya mungkin
merusak satu dua rumah
tangga, tapi kelalaian Pak
Bambang merusak
seluruh rumah tangga dimanapun. Coba lihat, gak sedikit rumah tangga yang berakhir dengan perceraian karena alasan lakinya gak bisa menuhin kebutuhan keluarga, ujungnya kan kemiskinan, kurangnya pekerjaan, pengangguran, dan semua itu karena pak Bambang yang gak nyelesaiin.” Zhubaedah masih melanjutkan.
“Oh iya
yah.” Bu Tari setengah mikir
“Iya dong
bu. Pamanku pernah ngomong, untuk mengalihkan perhatian, gak cukup hanya
dengan bualan, perlu ada sedikit ketakutan-ketakutan kecil. Belio gak perlu ngadain
ketakutan-ketakutan itu. Semua sudah ada sama ibu-ibu. Itu yang lebih bahaya
bu.” Zhubaedah memberi simpulan
“Sialan
pak lurah.” Bu Tejo naik pitam.
Sejenak
ibu-ibu itu diam.
“Lah kok
pada berdiri?” Bu Nina menoleh, memerhatikan tamu undangan lainnya.
“Keasikan
cerita, sudah pada makan.” Seru Bu Tari
“Ayoo, nanti lanjut lagi gibahnya.” Zhubaedah
merasa puas telah memberi ceramah ke ibu-ibu itu. Sambil tertawa kecil
Zhubaedah bergegas mengambil makanan yang disediakan.
Mantap Bu direktur 👍
BalasHapus